SIM (Mengemudi) = SIM (Menikah) ?

Seminggu yang lalu saya baru sadar kalau SIM (Surat Izin Mengemudi) C saya ternyata sudah tidak berlaku alias mati sejak 1 oktober 2010 yang lalu. Bisa dibayangin nggak, jadi kurang lebih sejak 2 tahun yang lalu saya berkelana dengan karisma kesayangan dengan keadaan SIM mati. Sungguh beruntung saya selama 2 tahun itu nggak pernah kena tilang atau razia.

Kebetulan saya lagi berlibur di kampung halaman, saya sempatkan untuk mengurusnya. Karena sudah tidak berlaku sejak 2 tahun yang lalu, maka dalam hal ini SIM saya nggak bisa diperpanjang. Mau nggak mau harus buat baru. Yah, nggak apa-apa deh ngurusnya kan nggak ribet, pikir saya. Dan ternyata itu semua SALAH BESAR!!!!

Hari pertama… (Jumat, 3 Oktober 2012)

Pergilah saya dan bapak ke kantor SAMSAT. Bapak juga kebetulan mau perpanjang SIM A. Kami pergi sekitar jam 8 pagi dengan harapan dapat antrian foto cepat. Setelah registrasi dan melengkapi berkas-berkas, menunggu lah kami di ruang tunggu untuk dipanggil foto. Hampir 2 jam kami menunggu tapi belum dipanggil jua. Sampai akhirnya kami bertemu tetangga, yang menurut saya lebih lama datangnya dari kami. Dipanggilah namanya, Lalu bla bla… Hmmm kok bisa, dalam benak saya. Saya udah menduga pasti punya orang dalam. Ya, emang benar dan dia mengakui. Saya dan bapak emang udah mengira, andai aja punya kenalan pasti prosesnya bakal lebih cepat.

Waktu menunjukkan pukul 10.30 (pelayanan pembuatan SIM tutup jam 11.00), dan saya sangat bersyukur bisa dipanggi foto saat itu. Setelah foto SIM dan pengecekan data-data, petugas mengembalikan berkas-berkas registrasi tadi. Padahal tadi kebanyakan orang-orang tidak membawa berkas-berkas keluar dari ruang foto SIM. Petugas menyuruh saya untuk membawa berkas tersebut ke ruang 3, RUANG UJIAN TEORI!!! APAAAAA….Seribet itu membuat SIM (baru) sampai harus ada ujian teori dan praktek. Lima tahun yang lalu bikin SIM C, prosesnya gampang aja, antri foto terus jadi deh. Nggak hanya 5 tahun yang lalu, tahun 2009 kemarin waktu buat SIM A ya sama foto terus tunggu sebentar SIM dicetak.

Apa-apaan ini, komat kamit deh ini mulut ngedumel. Bapak juga demikian kesel. Disaat lagi dikejar waktu untuk sholat jumat, masih dipersulit dengan hal seperti ini. Saya sih nggak masalah untuk mengikuti prosedur yang ada, tapi kecewa aja disaat saya diharuskan taat dengan prosedur yang berlaku, orang-orang yang punya kenalan (orang dalam) hanya dengan tambahan sedikit biaya untuk uang “sogokan” bisa dengan mudahnya mendapatkan SIM tanpa harus lama menunggu foto SIM, tanpa ujian teori maupun praktek. Hmmmm…

Masuklah saya ke ruang ujian teori. “Maaf mbak, sedang mati listrik jadinya ujian teori nya nggak bisa hari ini”, ujar petugasnya. (Oke sabar via, sabar via). Bapak yang orangnya emang cepat emosi, langsung aja ngomong dengan petugasnya. Dan dengan wajah (sedikit) kecewa bapak memberitahu saya kalau kita disuruh datang besok jam 8 pagi sekaligus ujian praktek.

Hari kedua (Sabtu, 4 oktober 2012)

Tepat jam 8 pagi, kami tiba di SAMSAT. Saya langsung masuk ujian teori. Dengan banyak intruksi-intruksi yang cukup males saya dengar, karena terlanjur kesal. Mulailah saya dengan menjawab 30 soal (benar atau salah) dengan waktu 20 menit. Baru soal ketiga saya udah menjawab salah, “mbak jawabanya salah, ganti benar)” kata petugasnya. Ini ujian apa-apaan, oke ini sepertinya hanya formalitas. Sabar via, sabaaaar (menyemangati diri). Dan saya lulus ujian teori. “Mbak, sekarang lanjut ujian praktek ya”. Ya Allah ini apa lagi, gue harus praktekin naik motor nih. SIM gue mati, mgknya buat baru. Bukan pengendara yang baru bisa naik motor terus mau buat SIM. Diajaklah saya ke lapangan belakang untuk praktek. Wajah polisi yang mengantar ini enak diliat alias genteng (oke yang ini skip).

Selama perjalanan ke tempat praktek, terjadilah (sedikit) percakapan antara saya (S) dan polisi itu (P)
P : Mbaknya masih kuliah atau udah kerja?
S: Saya udah lulus, tapi lanjut lagi mas.
P: Woww (sedikit kaget), lanjut kuliah dmn?
S: di Unair
P : Unair? Sedikit bertanya.
S : Iya mas, Unair Surabaya.
S: Mas, saya ini sebenarnya udah punya SIM, dari 5 tahun yang lalu. Saya Cuma lupa ngecek aja masa berlakunya. Eh ternyata udah mati dari setaun yang lalu.
P: Wah, lama banget ya. Emang harus buat baru itu mbak.
Sampailah di meja tempat berkas-berkas untuk ujian praktek.
P : Mbak mau ujian praktek atau nggak?
S: (Loh) kalau boleh milih ya nggak mau mas. Saya ini udah 4 tahun mengendarai motor di rantauan (Malang) yang nyatanya lebih rame dan padat dari Mataram.
P: Iya mbak, saya percaya kok tapi kita memang harus menjalani sesuai prosedur. Ujian praktek ini berkali-kali lipat lebih susah lho dari ujian teori.
S: Ayo dong mas, jgn ujian praktek (sedikit merayu).

Singkat cerita mas polisi itu baik sekali, dia mengizinkan untuk tidak mengikuti ujian praktek dan meluluskan saya.

Keribetan masih terus berlanjut. Setelah menjalani prosedur yang ada, butuh waktu serta kesabaran untuk menunggu SIM dicetak. Menunggu, menunggu, dan menunggu hampir 1 jam.

Dibalik pengalaman saya ini, ternyata kolusi itu masih tetap ada. Kalau peraturan dan prosedur hanya sebagai formalitas, ngapain harus susah-susah dibuat. And the last menurut saya, membuat SIM (baru) sama susah dan ribetnya dengan membuat SIM (Surat Izin Menikah).

Oke post ini panjang lebar bgt dan mungkin kurang menarik. Hanya share pengalaman aja 

Leave a comment